http://www.kompas.com
Waspadai Nyeri Dada Waspadai Serangan Jantung
Sabtu, 19 Juli 2008 | 16:15 WIB
RASA nyeri pada bagian dada seringkali dianggap remeh dan diabaikan oleh sebagian orang. Bahkan, ada persepsi bahwa keluhan fisik itu merupakan tanda-tanda masuk angin yang bisa diatasi dengan mudah. Padahal, nyeri pada dada itu bisa jadi merupakan gejala seseorang menderita penyakit jantung.
"Ada beberapa keluhan penyakit jantung yang sering diabaikan masyarakat hingga akhirnya penyakit yang diderita bertambah parah," kata dokter spesialis jantung dari Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk (RS PIK) Linda Lison, Sabtu (19/7), dalam seminar awam bertema Sehatkan Jantung Anda, di auditorium RS Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Sejumlah keluhan yang patut diwaspadai sebagai gejala penyakit jantung adalah, nyeri dada, berdebar-debar, cepat letih, sesak napas, ada riwayat sering pingsan, sesak bila tidur telentang, beberapa organ tubuh membiru, serta perut dan bagian kaki bengkak. Gejala lain yang dialami ketika seseorang terserang penyakit jantung adalah rasa nyeri yang hebat disertai muntah.
Tempat nyeri pada gangguan jantung antara lain, di belakang tulang dada, di belakang tulang dada menjalar ke leher, dari dada menjalar ke bahu dan dada. Lokasi lain adalah, dari dada menjalar ke rahang, dari dada bawah di ulu hati, sertai di daerah punggung di antara kedua belikat. Jika terjadi kondisi nyeri dada, maka pertolongan pertama yang harus dilakukan adal ah, baringkan penderita, istirahatkan sampai nyeri berkurang atua hilang, pemberian oksigen, dan panggil dokter, bawa ke rumah sakit terdekat, ujar Linda.
Faktor risiko
Diagnosis dini perlu dilakukan pada seseorang yang memiliki faktor risiko kardiovaskular. Sejumlah faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dengan perubahan gaya hidup adalah, adanya riwayat keluarga yang mengalami gangguan jantung dan pembuluh darah, usia yang makin tua atau lanjut usia, serta jenis kelamin." Ini merupakan faktor risiko yang tidak bisa dihindari, "kata Linda.
Sebenarnya ada sejumlah faktor risiko yang bisa dimodifikasi dengan perubahan gaya hidup adalah dislipidemia seperti kolesterol LDL tinggi, kolesterol HDL rendah dan triglycerides tinggi. Faktor lain adalah, tekanan darah tinggi, menderita kencing manis atau diabetes mellitus, kebiasaan merokok, mengalami kegemukan atau obesitas dan kurang berolahraga.
Kadar kolesterol sangat terkait dengan tingginya risiko terserang penyakit jantung koroner. Kolesterol merupakan zat berwarna putih seperti lilin yang dapat ditemukan di setiap sel tubuh. Kolesterol bisa membantu mencernakan lemak, memperkuat membran sel, dan membuat hormon. Kolesterol HDL memindahkan kolesterol jahat dari dinding pembuluh darah. Sedangkan jenis kolesterol LDL menempel pada dinding pembuluh darah, merusak dan menyumbat pembuluh darah, kata Linda.
Jika kolesterol bertumpuk pada dinding pembuluh darah arteri atau dikenal dengan istilah aterosklerosis, maka bisa berakibat terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke. Atherosklerosis merupakan pembentukan plak di dalam pembuluh darah yang menyempit. Kemudian, plak dapat mengelupas dan menyebabkan timbulnya bekuan darah yang menyumbat atau thrombus.
Kendalikan faktor risiko agar terhindar dari penyakit jantung koroner, ujarnya menjelaskan. Beberapa upaya pencegahan penyakit jantung yang bisa dilakukan adalah memeriksa secara teratur kadar kolesterol LDL atau kolesterol jahat , periksa tekanan darah secara teratur. Cara lain adalah, menerapkan pola makan yang sehat di antaranya jangan makan yang berlebihan, menghindari makanan yang mengandung lemak, hindari minuman beralkohol.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), sejumlah penyakit kardiovaskular memiliki risiko tinggi terhadap kematian. Penyakit jantung koroner (PJK) menyebabkan 7,2 juta kematian di dunia pada tahun 1996, dan merupakan 14 persen dari total kematian keseluruhan atau satu dari tiga kematian di negara-negara industri. Sementara stroke menyebabkan 4,6 juta kematian. Hipertensi diderita lebih dari 690 juta orang di dunia. Di negara berkembang, kematian karena penyakit kardiovaskular diperkirakan meningkat 28 persen per tahun.
Evy Rachmawati
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar